Berikut merupakan prinsip-prinsip dasar kemasyarakatan dan pengaruh terhadap
kemandirian bangsa. Sebelum masuk pada inti pembelajaran, kita pasti tahu mengenai multikulturalisme yang ada di Indonesia ini yang juga
tergolong masyarakat madani. Masyarakat madani itu sendiri dalam bahasa Inggris
dikenal dengan istilah civil society pertama kali dikemukan oleh Cicero dalam
filsafat politiknya dengan istilah societies civilis yang identik dengan
negara. Dalam perkembangannya istilah civil society dipahami sebagai
organisasi-organisasi masyarakat yang terutama bercirikan kesukarelaan dan
kemandirian yang tinggi berhadapan dengan negara serta keterikatan dengan
nilai-nilai atau norma hukum yang dipatuhi masyarakat.
Disamping itu Pemaknaan
civil society sebagai masyarakat madani merujuk pada konsep dan bentuk
masyarakat Madinah yang dibangun Nabi Muhammad. Hal ini karena
sifat-sifat amar ma’ruf nahi munkar yang sejalan dengan petunjuk Ilahi, maupun
persatuan yang kesatuan yang ditunjuk oleh ayat sebelumnya (lihat, QS. Ali
Imran [3]: 105). Masyarakat
madani adalah sistem sosial yang subur yang diasaskan kepada prinsip moral yang
menjamin keseimbangan antara kebebasan perorangan dengan kestabilan masyarakat.
- Free public
sphere (ruang publik yang bebas), yaitu masyarakat memiliki
akses penuh terhadap setiap kegiatan publik, mereka berhak melakukan
kegiatan secara merdeka dalam menyampaikan pendapat, berserikat,
berkumpul, serta mempublikasikan informasikan kepada publik.
- Demokratisasi, yaitu proses
untuk menerapkan prinsip-prinsip demokrasi sehingga muwujudkan masyarakat
yang demokratis. Untuk menumbuhkan demokratisasi dibutuhkan kesiapan
anggota masyarakat berupa kesadaran pribadi, kesetaraan, dan kemandirian
serta kemampuan untuk berperilaku demokratis kepada orang lain dan
menerima perlakuan demokratis dari orang lain. Demokratisasi dapat
terwujud melalui penegakkan pilar-pilar demokrasi yang meliputi :
(1)
Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM)
(2) Pers yang bebas
(3) Supremasi hukum
(4) Perguruan Tinggi
(5) Partai politik
- Toleransi, yaitu
kesediaan individu untuk menerima pandangan-pandangan politik dan sikap
sosial yang berbeda dalam masyarakat, sikap saling menghargai dan
menghormati pendapat serta aktivitas yang dilakukan oleh orang/kelompok
lain.
- Pluralisme, yaitu sikap
mengakui dan menerima kenyataan mayarakat yang majemuk disertai dengan
sikap tulus, bahwa kemajemukan sebagai nilai positif dan merupakan rahmat
dari Tuhan Yang Maha Kuasa.
- Keadilan sosial
(social justice), yaitu keseimbangan dan pembagian yang proporsiaonal
antara hak dan kewajiban, serta tanggung jawab individu terhadap
lingkungannya.
- Partisipasi
sosial, yaitu partisipasi masyarakat yang benar-benar bersih
dari rekayasa, intimidasi, ataupun intervensi penguasa/pihak lain,
sehingga masyarakat memiliki kedewasaan dan kemandirian berpolitik yang
bertanggungjawab.
- Supremasi hukum, yaitu upaya
untuk memberikan jaminan terciptanya keadilan. Keadilan harus diposisikan
secara netral, artinya setiap orang memiliki kedudukan dan perlakuan hukum
yang sama tanpa kecuali. Adapun yang masih menjadi kendala dalam
mewujudkan masyarakat madani di Indonesia diantaranya :
1.
Kualitas SDM yang belum memadai karena pendidikan yang belum
merata.
2.
Masih rendahnya pendidikan politik masyarakat
3.
Kondisi ekonomi nasional yang belum stabil pasca krisis
moneter
4.
Tingginya angkatan kerja yang belum terserap karena lapangan
kerja yang terbatas
5.
Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) sepihak dalam jumlah yang besar
6.
Kondisi sosial politik yang belum pulih pasca reformasi
Pengaruh masyarakat madani dalam kemandirian bangsa sebagai
berikut :
- Sebagai pengembangan masyarakat melalui
upaya peningkatan pendapatan dan pendidikan
- Sebagai advokasi bagi masyarakt yang
“teraniaya”, tidak berdaya membela hak-hak dan kepentingan mereka
(masyarakat yang terkena pengangguran, kelompok buruh yang digaji atau di
PHK secara sepihak dan lain-lain)
- Sebagai kontrol terhadap negara
- Menjadi kelompok kepentingan (interest
group) atau kelompok penekan (pressure group)
- Masyarakat madani pada dasarnya
merupakan suatu ruang yang terletak antara negara di satu pihak dan
masyarakat di pihak lain. Dalam ruang lingkup tersebut terdapat
sosialisasi warga masyarakat yang bersifat sukarela dan terbangun dari sebuah
jaringan hubungan di antara assosiasi tersebut, misalnya berupa
perjanjian, koperasi, kalangan bisnis, Rukun Warga, Rukun Tetangga, dan
bentuk organisasi-organsasi lainnya.
Yang kedua adalah masyarakat multikultural. Masyarakat
multikultural adalah masyarakat yang terdiri dari dua kelompok masyarakat atau
lebih yang memiliki perbedaan karakteristik dan kebudayaan yang beragam.
Faktor penyebab munculnya
masyarakat multikultural :
1.
Latar belakang historis.
2.
Kondisi geografis.
3.
Keterbukaan terhadap budaya luar.
Dalam suatu
masyarakat,kita pasti menemukan banyak kelompok masyarakat yang memiliki
karakteristik yang berbeda-beda.Perbedaan karakteristik itu berkenaan dengan
tingkat diferensiasi dan stratifikasi sosialnya.Masyarakat multikultural
disebut juga masyarakat majemuk.
Macam-macam
masyarakat multikultural
1.
Masyarakat majemuk dengan kompetisi seimbang.
Yaitu masyarakat majemuk yang terdiri atas sejumlah komonitas atau kelompok
etnis yang memiliki kekuatan kompetitif seimbang.
2.
Masyarakat majemuk dengan mayoritas dominan.
Yaitu masyarakat majemuk yang terdiri atas sejumlah komonitas atau kelompok
etnis yang kekuatan kompetitifnya tidak seimbang.salah satunya yang merupakan
kelompok mayoritas memiliki kekuatan yang lebih besar daripada lainnya.
3.
Masyarakat majemuk dengan minoritas dominan.
Yaitu masyarakat yang diantara komunitas atau kelompok etnisnya terdapat
kelompok minoritas, tetapi mempunyai kekuatan kompetitif diatas yang lain.
4.
Masyarakat majemuk dengan fragmentasi.
Yaitu masyarakat
yang terdiri atas sejumlah besar komunitas atau kelompok etnis dan tidak ada
satu kelompok pun mempunyai posisi politik atau ekonomi yang dominan.
Sifat-sifat
masyarakat multikultural
1.
Terjadi segmentasi ke dalam bentuk-bentuk kelompok sub
kebudayaan yang berbeda satu dengan yang lain.
2.
Memiliki struktur sosial yang terbagi-bagi ke dalam
lembaga-lembaga yang bersifat non komplementer.
3.
Kurang mengembangkan konsensus diantara para anggotanya
terhadap nilai-nilai yang bersifat dasar.
4.
Secara relatif sering mengalami konflik diantara kelompok yang
satu dengan kelompok yang lain.
5.
Secara relatif tumbuh
integrasi sosial diatas paksaan dan saling ketergantungan di bidang ekonomi.
6.
Adanya dominasi politik
oleh satu kelompok atas kelompok-kelompok yang lain.
Karakteristik Masyarakat
multikultural
Berikut ini beberapa macam karakteristik
kesatuan masyarakat
1.
Kesatuan Genealogis adalah kesatuan masyarakat yang anggotanya
diikat berdasarkan pertalian darah.
2.
Kesatuan Teritorial
adalah kesatuan masyarakat yang setiap anggotanya merasa terikat karena
bertempat tinggal di daerah yang sama.
3.
Kesatuan Sakral adalah kesatuan sosial yang terbentuk karena
anggota-anggotanya merasa terikat oleh ikatan spiritual.
4.
Kesatuan Campuran adalah masyarakat yang terikat karena
perpaduan dari faktor-faktor genealogis, teritorial dan sakral.
5.
Penggolongan tertentu adalah kesatuan masyarakat lain yang
terbentuk berdasarkan keadaan tertentu.
-
Penggolongan berdasarkan proses terbentuknya
-
Penggolongan berdasarkan jenis kelamin
-
Penggolongan berdasarkan umur
-
Penggolongan berdasarkan derajat
-
Penggolongan berdasarkan kasta.
Perilaku dalam
masyarakat multikultural
Dalam kehidupan
masyarakat multikultural sering tidak dapat dihindari berkembangnya paham-paham
atau cara hidupyang didasarkan pada etnosentrisme,primordialisme, aliran dan
sebagainya.
·
Etnosentrisme merupakan paham atau sikap menilai kebudayaan
suku bangsa/kelompok lain menggunakan ukuran yang berlaku di suku bangsa
kelompok/masyarakat sendiri.
·
Primordialisme merupakan tindakan memperlakukan secara
istimewa(memberi prioritas) orang-orang yang berlatar belakang suku bangsa,
agama, ras, aliran atau golongan yang sama dalam urusan publik.
·
Kronisme:memprioritaskan teman.
·
Nepotisme : memprioritaskan anggota keluarga.
Hubungan Kelompok
Sosial dengan Masyarakat Multikural
Dengan adanya
diferensiasi dan stratifikasi sosial,maka terjadi perbedaan-perbedaan yang
membentuk tingkat-tingkat sosial dalam masyarakat.Perbedaan ini mencerminkan
adanya ketidaksamaan dalam masyarakat.Bentuk diferensiasi dan stratifikasi ini
sangat penting bagi individu-individu dalam kelompok sosial karena memiliki
pengaruh terhadap kesempatan hidup mereka.Hubungan antar kelompok sosial dengan
masyarakat muktikultural adalah saling berkaitan(erat sekali), keduanya
berhubungan erat dan saling mempengaruhi satu sama lainnya. Dalam suatu
masyarakat kita pasti menemukan dua atau lebih kelompok sosial yang
berbeda-beda berkenaan dengan tingkat diferensiasi dan stratifikasi sosialnya.
Dampak Negatif Multikultural Di Indonesia
Baik Agama Maupun Buadaya.
Satu hal yang harus
disadari bahwa Indonesia adalah negara yang di dalamnya terdiri atas banyak
bangsa (plural), banyak ras, suku/etnis, agama, budaya, termasuk orientasi
seksual. gagasan umum keberagamaan ras, yang hidup dalam harmoni pluralistik,
yang melihat keberagamaan sebagai pluralitas identitas dan kondisi eksistensi
manusia. Identitas dipandang sebagai produk adat istiadat, praktik, dan makna
yang merupakan warisan dan ciri pembawaan serta pengalaman bersama. Blue Mink mengatakan
bahwa identitas dibentuk oleh relasi-relasi kekuasaan. Identitas etnik sebagian
besar adalah imajinasi sosial yang memilah beragam kelompok budaya ke dalam
suatu komunitas dengan mengikat mereka bersama dalam narasi sastra dan visual
yang ditempatkan dalam teritori sejarah dan memori. Sehingga dalam rangka
membangun demokratisasi lokal dan pemberdayaan kaum minoritas agama dan
kebudayaan lokal ini, kita harus menyertakan multikulturalisme.
Tetapi pada
kenyataannya di Indonesia dampak negatif dari Multikulturalnya agama, ras,
bahasa, budaya menyebabkan konflik bergenerasi antar kelompok masyarakat
(konflik horizontal) dan konflik antar masyarakat/pemerintah daerah dan pusat
(konflik vertical) dan generasi dengan pelaku dan intensitas yang berbeda.
Sebagai contoh pembakaran pasar Glodok (Peristiwa Mei Kelabu) di Jakarta, yang
menjadi sasaran adalah kelompok etnis. Keturunan Tionghoa (sebelumnya telah
terjadi di Medan kemudian di Bandung, Solo, dan Makasar). Peristiwa
Ambon-Maluku (Pertarungan antara BBM (Bugis-Buton-Makasar) dan Ambon Islam
melawan Ambon Kristen). Peristiwa Sambas dan Palangkaraya (Kalimantan)
(Pertarungan antara Dayak, Melayu dan Tionghoa melawan Madura), Peristiwa Poso
(pertarungan antara kelompok Islam dan Kristen yang disertai oleh unsur-unsur
dari luar), Peristiwa Sumbawa (NTT) perkelahian antara orang Sumbawa dan Bali,
peristiwa Aceh (pertarungan antara orang Aceh dan transmigrasi Jawa), peristiwa
separatisme Gerakan Aceh Merdeka dan Organisasi Papua Merdeka disusul
penghancuran masjid-masjid Ahmadiyah di Parung Bogor yang dipicu oleh perbedaan
agama, atau kasus-kasus yang sudah agak lama tapi tetap masih menjadi ingatan
kita seperti pemboman Borobudur, pemboman beberapa gereja di Indonesia atau
kasus terbesar yang pernah dihadapi oleh Indonesia.
Seiring dengan itu,
negara yang diharapkan menjadi wadah penyalamat juga mengalami kekacauan dengan
membudayanya praktek korupsi, kolusi dan nepotisme dijajaran birokrasi,
komitmen moral para wakil rakyat terhadap masyarakat pun sangat rendah.
Sementara, keadilan, kemiskinan atau ketimpangan sosio-politik ekonomi
masyarakat semakin tinggi. Hal ini memberi isyarat bahwa keinginan untuk
membangun masyarakat berperadaban (civil society) dan keadilan sosial masih
jauh panggang dari api. Oleh karenanya, menjadi suatu keharusan pemerintah
segera mereformasi mental, moralitas jajaran birokrasi, jika tidak maka krisis
akan terus berkelanjutan dan disintegrasi tinggal menunggu bak bom waktu.
Menurut Miriam
Budiarjo, sebuah negara dikatakan demokratis ketika ditandai dengan adanya
perlindungan konstitusional terhadap semua warga negara, termasuk terhadap kaum
minoritas (Miriam Budiarjo: 1999). Sementara menurut Sri Sumantri, negara
demokrasi salah satunya ditandai oleh dilindungi dan dipertimbangkannnya
Kepentingan minoritas (Frans Magnis Suseno, 1998; 72). Karena itu, salah satu
ukuran bagi tumbuh dan berkembangnya demokrasi adalah dihargainya hak-hak
minoritas (minority right). Oleh karena itu pembelaan dan perlindungan terhadap
kelompok minoritas baik agama, etnis maupun gender merupakan upaya penting yang
harus dilakukan seiring dengan upaya-upaya mengawal proses demokratisasi
tersebut.
Namun, selama ini
kelompok-kelompok minoritas selalu dipinggirkan, disingkirkan baik secara
ekonomi, politik, sosial, maupun budaya. Bahkan tidak hanya itu, secara
historis, sejarah mereka pun tersisihkan. Mereka umumnya berada pada “margin
history” yang berfungsi sebagai “pelengkap penderita” sejarah mainstream
kelompok utama. Dalam banyak hal, kekuasaan politik yang biasanya hanya memenuhi
keinginan kelompok mayoritas memiliki peran sentral dalam melakukan proses
peminggiran terhadap “komunitas splinter ini.
Justru dari contoh
dapat dilihat betapa kelompok-kelompok mayoritas menindas kelompok minoritas,
untuk memaksakan kehendaknya. Persaingan yang tidak sehat antar budaya dan ras,
memaksakan kebenaran, saling merasa paling unggul sehingga ada benarnya apa
yang dikatakan Rorty bahwa Spesies manusia akan mati tercekik karena dengan
klaim-klaim “universal” kebudayaan dan peradaban lokal yang saling mengerkah.
Maka dari itu harus
dilakukan upaya merajut kembali hubungan antarmanusia yang belakangan selalu
hidup dalam suasana penuh dengan konfliktual. Harus ada sebuah kesadaran masif
yang muncul bahwa diperlukan kepekaan terhadap kenyataan kemajemukan,
pluralitas bangsa, baik dalam etnis, agama, budaya, hingga orientasi politik.
Sehingga akan terbangun suatu sistem tata nilai kehidupan yang menjunjung
tinggi toleransi, kerukunan dan perdamaian bukan konflik atau kekerasan
meskipun terdapat perbedaan sistem sosial di dalamnya, yaitu pemahaman tentang
Multikulturasisme yang belum dipahami dengan benar dan menyeluruh.
Daftar Referensi :